Laman

Jumat, 19 September 2014

Tugas TIK : Journalistik ( Opini)

Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Makmur Keliat menilai koalisi permanen yang dideklarasikan partai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai anomali politik yang tidak memberikan pendidikan bagi rakyat.
Menurut Makmur, koalisi tersebut murni hanya untuk rekayasa kekuasaan yang sama sekali tak menempatkan rakyat sebagai subjek dalam politik.
“Koalisi permanen tidak memberikan pendidikan politik yang baik. Pernyataan koalisi permanen adalah anomali politik. Indonesia secara konstitusional adalah kabinet presidensial,” kata Makmur, di Jakarta, Senin (14/7).
Dia menjelaskan, dalam kabinet presidensial tidak dikenal istilah koalisi. Istilah koalisi hanya terdapat dalam kabinet parlementer.
Anomali lainnya, pemerintah baru belum terbentuk. Anggota DPR hasil pemilu 2014 bahkan belum dilantik.
“Bagaimana mungkin ada koalisi. Ini bisa dipersepsikan menjadi koalisi non-konstitusional, digerakkan oleh motif kekuasaan belaka dengan menggunakan metode psywar,” ujarnya.
Jadi, menurut pengajar FISIP UI ini, sebaiknya kalau memang sifatnya permanen, maka lebih baik tujuh partai itu bubar dan melebur jadi satu partai.
Terkait dengan koalisi permanen ini, Yusril Ihza Mahendra melalui akun twittternya @Yusrilihza_Mhd memprediksi koalisi yang dideklarasikan oleh Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, PBB, dan PD pada waktunya nanti hanya akan menyisakan Gerindra dan PAN.
“Sulit percaya saya terbentuknya koalisi merah putih parpol-parpol pengusung Prabowo Hatta di DPR akan jadi koalisi permanen,” kata Yusrul dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Senin (14/7).
Menurut Yusril, koalisi itu akan sulit bertahan bila Prabowo-Hatta kalah dalam Pilpres yang akan ditetapkan hasilnya KPU pada 22 Juli mendatang.
“Kalau Prabowo Hatta menang, barangkali koalisi merah putih itu akan relatif permanen lima tahun ke depan. Tapi kalau Prabowo Hatta kalah, sulit percaya saya koalisi ini akan permanen,” ujarnya.
Melihat komposisi yang ada di koalisi ini, sepertinya akan mudah goyah. Apalagi kalau pasangan Jokowi-JK memberikan tawaran kursi menteri.
“Makin banyak partai yang terima tawaran kursi menteri, makin cepat koalisi ini bubar. Akhirnya yang tersisa mungkin tinggal Gerindra dan PAN saja. Wabilkhusus bagi Partai Golkar yang tabiatnya selalu ingin melekat dengan kekuasaan. Mana tahan Golkar jadi partai oposisi,” sindir Yusril.
Menurut Yusril, Golkar berhajat dengan kekuasaan. Di kursi wapres ada JK dan bukan mustahil, JK digarap jadi Ketum atau jadi Ketua Wanbin Golkar lagi.
“Apalagi JK yang jadi Wapres. Golkar dan PDIP jadi saling butuh-membutuhkan. Pohon beringin hanya bisa tumbuh subur di tempat basah, bisa mati dia kalau tumbuh di tempat kering kerontang haha,” tulis Yusril.

sumber :  http://opininusantara.com/home/2014/07/15/pengamat-koalisi-permanen-haus-kekuasaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar