Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Makmur Keliat
menilai koalisi permanen yang dideklarasikan partai pendukung Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa sebagai anomali politik yang tidak memberikan
pendidikan bagi rakyat.
Menurut Makmur, koalisi tersebut murni hanya untuk rekayasa kekuasaan
yang sama sekali tak menempatkan rakyat sebagai subjek dalam politik.
“Koalisi permanen tidak memberikan pendidikan politik yang baik.
Pernyataan koalisi permanen adalah anomali politik. Indonesia secara
konstitusional adalah kabinet presidensial,” kata Makmur, di Jakarta,
Senin (14/7).
Dia menjelaskan, dalam kabinet presidensial tidak dikenal istilah
koalisi. Istilah koalisi hanya terdapat dalam kabinet parlementer.
Anomali lainnya, pemerintah baru belum terbentuk. Anggota DPR hasil pemilu 2014 bahkan belum dilantik.
“Bagaimana mungkin ada koalisi. Ini bisa dipersepsikan menjadi
koalisi non-konstitusional, digerakkan oleh motif kekuasaan belaka
dengan menggunakan metode psywar,” ujarnya.
Jadi, menurut pengajar FISIP UI ini, sebaiknya kalau memang sifatnya
permanen, maka lebih baik tujuh partai itu bubar dan melebur jadi satu
partai.
Terkait dengan koalisi permanen ini, Yusril Ihza Mahendra melalui
akun twittternya @Yusrilihza_Mhd memprediksi koalisi yang dideklarasikan
oleh Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, PBB, dan PD pada waktunya
nanti hanya akan menyisakan Gerindra dan PAN.
“Sulit percaya saya terbentuknya koalisi merah putih parpol-parpol
pengusung Prabowo Hatta di DPR akan jadi koalisi permanen,” kata Yusrul
dalam akun twitternya @Yusrilihza_Mhd, Senin (14/7).
Menurut Yusril, koalisi itu akan sulit bertahan bila Prabowo-Hatta
kalah dalam Pilpres yang akan ditetapkan hasilnya KPU pada 22 Juli
mendatang.
“Kalau Prabowo Hatta menang, barangkali koalisi merah putih itu akan
relatif permanen lima tahun ke depan. Tapi kalau Prabowo Hatta kalah,
sulit percaya saya koalisi ini akan permanen,” ujarnya.
Melihat komposisi yang ada di koalisi ini, sepertinya akan mudah
goyah. Apalagi kalau pasangan Jokowi-JK memberikan tawaran kursi
menteri.
“Makin banyak partai yang terima tawaran kursi menteri, makin cepat
koalisi ini bubar. Akhirnya yang tersisa mungkin tinggal Gerindra dan
PAN saja. Wabilkhusus bagi Partai Golkar yang tabiatnya selalu ingin
melekat dengan kekuasaan. Mana tahan Golkar jadi partai oposisi,” sindir
Yusril.
Menurut Yusril, Golkar berhajat dengan kekuasaan. Di kursi wapres ada
JK dan bukan mustahil, JK digarap jadi Ketum atau jadi Ketua Wanbin
Golkar lagi.
“Apalagi JK yang jadi Wapres. Golkar dan PDIP jadi saling
butuh-membutuhkan. Pohon beringin hanya bisa tumbuh subur di tempat
basah, bisa mati dia kalau tumbuh di tempat kering kerontang haha,”
tulis Yusril.
sumber : http://opininusantara.com/home/2014/07/15/pengamat-koalisi-permanen-haus-kekuasaan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar